Kamis, 29 Maret 2012

Bahagia Hakiki Jika Orientasi Hidup pada Sang Ilahi

0 komentar
Sumber Gbr: dokternoni.net


Semua manusia pasti selalu menginginkan hidup dalam lentera kebahagiaan. Namun, terkadang manusia terhanyut jika sudah menikmati gemerlapnya keindahan duniawi, dan kehidupan yang kekal yaitu di yaummul akhirpun jadi dilupakan . Padahal hidup di dunia itu hanyalah untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat. lalu bagaimanakah agar kita bisa hidup bahagia di dunia dengan mengejar kebahagiaan di akhirat, karena sesungguhnya, itulah makna kebahagiaan yang hakiki. Jalan menuju semua itu telah ditetapkan oleh Allah, tinggal kembali kepada pribadi masing-masing, ingin menuju surga firdaus atau neraka jahannam. Semua amalan dan perbuatan kita di dunia hendaknya selalu Berorientasi hanya kepada Allah SWT semata, maka kebahagiaan dan keselamatan dunia akhiratpun akan mengiringi. Dengan berpedoman kepada Al,-Qur’an karim dan As-sunnah, tentunya dengan memeluk islam terlebih dahulu. Karena hanya islamlah agama yang paling sempurna dan diridhai Allah SWT. Seperti yang dijelaskan oleh Syekh Mustafa Al Maraghi kita diwajibkan untuk memeluk islam dan memahaminya secara sungguh-sungguh. Karena tiada agama selain islam yang menuju keselamatan.
Bila telah memeluk dan memahami islam maka langkah selanjutnya yang harus ditempuh seorang mukmin adalah dengan menanamkan Iman di hati sanubari dan mengamalkannya secara sungguh-sungguh. Jika diartikan secara general, iman adalah mayakini dengan sepenuh hati dan mengucapkan secara lisan untuk kemudian diamalkan melalui perbuatan. Jadi seorang mukmin yang beriman harus sungguh-sungguh meyakini Bahwa Allah itu ada dan Esa, percaya terhadap malaikat-malaikat Nya yang senantiasa tunduk dan berdzikir, kemudian percaya terhadap firman-firman Nya yang diturunkan dalam bentuk kitab kepada untusan Nya, beriman kepada para Rasul-rasul Nya yang bertugas menunjukkan jalan yang benar terhadap manusia, percaya bahwa suatu hari nanti akan terjadi masa dimana alam semesta dan seisinya akan hancur lebur tanpa sisa, dan yang terakhir adalah percaya bahwa Allah telah menetapkan takdir tiap-tiap orang. Setelah mempercayai sepenuh hati rukun iman tersebut, kemudian seorang mukmin harus merealisasikannya di kehidupan konkrit, baik berupa pengucapan yaitu dalam bentuk lafadz-lafadz secara lecture ataupun secara praktik langsung seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Orang-orang yang ingat terhadap Allah dalam hatinya adalah, orang yang merasa takut terhadap kebesaran, kekuasaan, janji, ancaman atau perhitungan Nya kelak terhadap hamba-hambanya. Dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah, maka bergetarlah hati dan akan bertambah keimanan orang tersebut, serta mereka akan bertambah jiwa sosialnya dalam beretos shodaqoh.[1] Janji Allah itu adalah nyata, pasti orang-orang yang beriman seperti itu akan  diangkat derajatnya dan ditempatkan di tempat yang begitu mulia disinggasana. Selain itu Allah menjanjikan kelimpahan rizki serta ampunan. Jadi, kita sebagai orang mukmin tidak perlu ragu-ragu lagi dalam beriman. Kita wajib menegakkan yang hak, dan memerangi yang mungkar. Tentunya sesuai dengan trek yang telah di tentukan oleh Allah, sekalipun harus mengorbankan harta dan jiwa.
Betapa mulia dan beruntungnya orang-orang yang beriman, sehingga Allah menyediakan tempat yang paling indah. Yang dibawahnya mengalir sungai-sungai dari air susu dan segala macam buah-buahan. Sampai-sampai Rasulullah menganalogikan “ tempat yang terendah di dalam syurga itu lebih baik jika dibandingkan dengan memiliki dunia dan seisinya’’.(Abu Hurairah) subhanallah, tak terbayangkan betapa indahnya tempat tertinggi di dalam syurga. Tak kan ada satu orangpun yang dapat menolak ditempatkan di tempat semulia itu. Oleh karena itu, seorang mukmin harus memiliki sifat-sifat yang menjadikanya ke dalam golongan orang-orang yang beruntung.
Dialah orang-orang yang khusyu’ dalam melaksankan shalatnya, berserah diri lahir dan batin saat bermuajahah dengan Allah. Tiada suatu hal apapun yang difikirkan kecuali sang khalik yang menciptakanya. Setelah dapat melaksanakan shalat dengan khusyu’ InsyaAllah segala perilakunya sesuai dengan syariat dan tuntunan islam, terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat. Karena shalat yang benar itu akan menghindarkan dari perbuatan keji dan munkar. Kemudian selalu bersyukur atas apa yang diterimanya, dengan menunaikan zakat dan bershodaqoh secara ikhlas, maka Allah akan melipat gandakan pahala dan rizkinya.
Kemudian orang-orang yang akan beruntung adalah orang mukmin yang selalu menjaga aurat dan kemaluanya dari segala hal yang dapat menjerumuskan kepada perbuatan-perbuatan zina. Kecuali terhadap istri ataupun muhrimnya. Tetapi pada kenyataanya, masih saja ada orang yang melakukan perzinaan, itulah contoh orang yang berlebihan dan yang akan merugi di dunia ataupun di akhirat.
Memegang janji dan melaksanakan amanat memanglah bukan suatu hal yang mudah, terkadang manusia lupa, bahkan mengingkari janjinya sendiri serta melalaikan amant-amanat yang harus dijaganya. Tetapi, sekali lagi dialah orang yang beruntung yang akan ditempatkan di syurga firdaus jika ia dapat memegang janji dan menjaga amanatnya tersebut. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang mukmin yang beruntung sehingga dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki tadi. Amin....
Allah telah membagi manusia kedalam tiga golongan, yaitu golongan orang-orang Mukmin, golongan orang-orang Kafir dan yang terakhir adalah golongan orang-orang munafik. Tentunya kita semua menginginkan masuk kedalam golongan yang pertama. Karena Allah selalu mencintai orang-orang mukmin yang beriman kepada Nya, orang yang taat melaksnakan shalat, dan orang yang dermawan menginfakkan sebagian rizki yang diterimanaya, selaras dengan penjelasan sebelumnya. Tetapi syetan tidak akan tinggal diam melihat orang-orang yang beriman seperti itu, mereka selalu membisikkan hal-hal yang buruk dan mengajak kepada perbuatan syirik. Yaitu mempersekutukan ataupun menyembah kepada selain Allah, sungguh perbuatan syirik itu tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Ada dua macam syirik, pertama adalah syirik Uluhiyyah yaitu perasaan akan adanya kekuasaan selain kekuasaan dari Allah SWT dibelakang sebab dan sunnah-sunnah alam. Seperti percaya terhadap keris sakti, cincin sakti dan lainya. Yang kedua adalah syirik Rububbiyah yaitu mengambil sebagian hukum-hukum agama yang berupa penghalalan dan pengharaman dari sebagian manusia dengan meninggalkan wahyu.[2]
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan seorang mukmin adalah mengetahui hekekat kafir dan berusaha agar tidak masuk kedalam golongan itu. Golongan orang kafir yaitu orang-orang yang menolak ajakan untuk beriman kepada Allah. Mereka menutup mata hati dan pendengarannya, sehingga tidak akan berpengaruh seruan dan ajakan dalam bentuk apapun. Karena itu Allah tidak memberikan cahaya terang, maka selamanya mereka akan menjadi orang kafir yang sesat. Sedangkan orang-orang yang bermuka dua, mereka mengaku bahwa dirinya beriman pada Allah padahal kenyataanya tidak sama sekali. Semua itu hanya ucapan di mulut, orang-orang seperti ini tidak akan mendapatkan petunjuk dan hidayah dari Allah. Karena hakekatnya, hidayah itu didapatkan sesorang hanya bila Allah meridhai saja melalui petunjuk-petunjuk yang ada dalam kitabullah. Mereka tidak bisa menggunakan akal dan pendengaranya, karena dihatinya terdapat penyakit. Dan mereka adalah orang-orang yang melakukan kerusakan. Seperti inilah orang –orang yang masuk kedalam golongan orang munafik.[3]
Manusia yang masuk kedalam golongan pertama pasti bisa memahami dan mengamalkan yang disebut dengan Tauhid. Yaitu pengEsaan terhadap Allah SWT, dzat yang maha kuasa atas segala sesuatu. Orang-orang mukmin mengetahui bahwa Allah itu tiada seukutu Nya, Allah tidak beranak dan diperanakkan, tidak juga tidur. Tidak ada yang menandingin kekuasaan Nya.
Salah satu kekuasaan Allah adalah menentukan datangnya kiamat dan mati seseorang. Sesungguhnya kehidupan di Dunia ini hanyalah sementara, semua yang ada di Dunia niscaya akan binasa tanpa ada yang tersisa, gunung-gunung berterbangan bagaikan kapas, dan manusiapun berhamburan kesana kemari seperti semut. Takkan ada seorangpun yang mengetahui kapan datangnya hari dimana kehancuran seluruh alam semesta itu terjadi, termasuk Rasulullah, karena beliau hanya bertugas mengabarkan suatu saat akan terjadi kiamat. Hanya Allah lah yang berkuasa atas semua itu.[4]setelah datangnya hari kiamat, seluruh manusia akan dikumpulkan dan di timbang amal perbuatanya, orang-orang mukmin yang taat maka ia akan ditempatkan di syurga, dan orang-orang kafir yang mendustakan ayat-ayat Allah maka mereka akan sengsara di dalam neraka.
Sebagai seorang mukmin kita harus selalu mengingat-ingat bahwa hidup itu Cuma sementara. Entah hari ini, besok, lusa atau kapanpun itu kematian pasti terjadi kepada siapapun, karena Allah telah menetapkanya seperti halnya dengan hari kiamat. Kita harus mempersiapkan diri sebaik-baik mungkin dengan beribadah dan bertaqwa, agar kita terhindar dari panasnya api neraka, dan ditempatkan di tempat yang paling mulia, yaitu syurga firdaus. Tetapi realitanya masih banyak manusia yang tergiur dan hanyut akan keindahan dan kenikmatan duniawi, padahal semua itu hanya kesenangan yang memperdaya dan sementara.
Masih banyak manusia yang sering mengeluh dan menyalahkan Allah akan keadaan yang dialaminya di dunia, seperti cobaan kemiskinan, kesengsaraan, cacat fisik dan lain sebagainya. Mereka berontak dan mengeluh kepada Allah, bahwa apa yang dialaminya itu adalah takdir Ilahi yang tidak adil. Tetapi sekali lagi, sebagai seorang mukmin kita tidak boleh berpandangan seperti itu. Kita harus mengerti hakikat takdir itu apa. Memang takdir itu ditangan Allah dan tidak ada mahluk yang dapat menjangkaunya, sekalipun dengan pengetahuan yang amat rinci.[5] Dari segi terminologis takdir dapat diartikan sebagai takaran, ukuran, ketentuan ataupun ketetapan yang telah dituliskan Allah di lauhz mahfuz untuk seluruh mahluknya terutama manusia. Allah telah menetapkan rizki, umur, jodoh kesenangan dan yang lainnya terhadap semua manusia, dalam arti luas adalah takdir baik dan takdir buruk. Allah telah memberikan pilihan kepada manusia, tergantung ia mau memilih jalan kebaikan atau kesesatan. Jika ia memilih jalan sesuai syariat maka Allah akan menjanjikan syurga, dan jika sebaliknya Allah akan memberikan neraka.
Jika di dalam hati seorang mukmin telah tertanam keimanan dan ketaqwaan yang kuat, maka segala sesuatu yang dilakukanya pasti akan berorientasi kepada Allah. Dengan kata lain, semua yang dilakukanya itu diniatkan untuk ibadah sehingga Ridha Allah pun akan menyertai. Inilah arti ibadah secara luas atau biasa disebut dengan ibadah ghair mahdoh. Sedangkan ibadah yang telah ditetapkan tata cara dan pelaksanaanya, seperti shalat, puasa, haji dan lain sebagainya disebut dengan ibadah mahdoh. Dalam Q.S ad-dzariyat ayat 56 Allah telah menegaskan, bahwa jin dan manusia itu diciptakan adalah untuk beribadah dan menyembah kepadan Nya.
Setelah melaksanakan serangkaian ibadah baik yang mahdoh ataupun yang ghair mahdoh seperti penjelasan di atas, langkah selanjutnya adalah berusaha untuk selalu mengingat-ingat Allah. Karena pada prakteknya ibadah secara khusyu’ itu tidaklah mudah. Ingatlah Allah dalam keadaan apapun, bisa dengan cara menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya, bersysukur atas apa yang di berikan Nya dan senantiasa meminta ampun setiap melakukan dosa. Jika kita mengingat Allah maka Allah pun akan dekat dan ingat kepada kita. Hati akan menjadi tenteram dan damai manakala kita selalu mengingat nama-nama Allah.
Tetapi hakekat dzikir yang sebenarnya tidak hanya terletak pada sebatas mengingat dan menyebut nama Allah saja. Nonsen jika seorang mukmin hanya menyebut dan mengingat nama Allah saja tapi tidak ia terapkan di kehidupanya. Jadi  kita juga harus mengaplikasikan dzikir tersebut ke dalam kehidupan sehar-hari. Ketika seorang mukmin sedang menerima cobaan dan musibah yang berat, maka ingatlah bahwa semua itu datangnya dari Allah dan memohonlah pertolongan dari Nya, sebaliknya jika sedang dalam keadaan senang dan bahagia, kembali ingatlah kepada Allah karena kebahagiaan itu datangnya juga Cuma dari Nya.
Jika seorang mukmin sudah dapat beribadah dengan baik dan selalu mengingat-ingat Allah, maka tindak-tanduk amalnya pun juga akan mengarah pada kebaikan dan menghindari perilaku tercela. Karena sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatna keji dan mungkar. Tetapi perlu diketahui, kebaikan disini memiliki arti yang luas. Sesuai dengan penjelasan dalam al-qur’an surat al-baqarah ayat 177, bahwa kebaikan sebagai seorang mukmin itu adalah dia yang percaya dengan sepenuh hati 6 rukun iman, dan dia yang melaksanakan 5 rukun islam dengan sungguh-sungguh. Dua term rukun itulah sekiranya bentuk kebajikan dalam ibadah, sedangkan bentuk kebajikan yang juga penting adalah relasi antar sesama manusia atau muamalah. Terutama kepada kedua orang tua yang telah membesarkan kita, ibu yang rela mengandung 9 bulan 10 hari. Sungguh kita wajib berbakti kepada beliau. Kemudian sebagai seorang mukmin, kita wajib untuk saling menghormati dan menghargai. Orang yang baik itu juga tidak akan angkuh dan sombong, Allah memerintahkan kepada kita agar berbicara dengan lemah lembut dan sopan. Ibarat pepatah jawa kita harus berperilaku ‘’andap asor’’[6]
Yang tidak kalah pentingnya dari semua penjelasan tadi adalah menuntut ilmu, karena hanya dengan ilmulah kita bisa mengerjakan langkah-langkah menuju kebahagiaan yang hakiki. Bahkan Rasulullah SAW bersabda “ tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat “(bukhari muslim), itu artinya dalam islam ilmu memiliki kedudukan yang tinggi. Allah juga akan memuliakan dan menaikkan drajat bagi orang-orang yang berilmu. Semoga dengan ilmu yang diiringi dengan iman dan islam akan mengantarkan kita semua sebagai seorang mukmin untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki, yaitu bahagia, selamat dunia dan akhirat. Amin...


[1]  Maraghi, Syekh Ahmad Mustafa Al, Terjemah Tafsir Maraghi, (Bandung; Semarang: Rosda, Toha Putra, 1987), hlm. 315-316.
[2] Ibid., hlm. 96.
[3] Mas’ud Ibnu, Tafsir Ibnu Mas’ud, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 146-149.
[4] Ibid., hlm. 239-240
[5] Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 127.
[6] Istilah jawa yang artinya rendah diri