TEORI KEBAHAGIAAN
Pada artikel ini saya akan memaparkan sedikit tentang teori
kebahagiaan berdasarkan peninggalan kebudayaan orang Yunani kuno. Tulisan ini
saya share hanya sebagai penambah ilmu pengetahuan saja. Tidak ada maksud
penyebaran paham ataupun doktrin yang mungkin para pembaca fikir tidak sesuai
dengan ajaran agama. Jadi mohon kebijakan para pembaca sekalian untuk
pintar-pintar memfilter informasi yang akan kita dapat.
Teori kebahagiaan dapat dikelompokkan menjadi dua term, yaitu
Hedonisme dan Utilitarisme. Keduan adalah teori etika normatif yang ingin
menjawab persoalan-persoalan mendasar tentang tujuan hidup serta bekal apa saja
yang menjadi syarat untuk mencapainya. Para penganut hedonisme dan utilitarisme
beranggapan bahwa satu-satunya tujuan hidup hanyalah untuk mencapai sebuah
kebahagiaan dan berusaha untuk menjauhi rasa sakit.
Hedonisme berasal dari kata hedone dalam bahasa Yunani yang berarti nikmat
atau kegembiraan . Para kaum hedonis, terutama Aristippos dan Epikuros memaknai
hidup hanya untuk mencari nikmat dan menjauhi rasa sakit. Pada dasarnya gagasan
hedonisme lahir sebagai teori yang menentang teori-teori sebelumnya yang terlihat
kaku dan masih abstrak karena hanya menekankan pada suatu norma-norma yang
mengikat tanpa eksplorasi dan direksi yang lebih mendalam. Para kaum hedonis
menolak teori-teori norma dengan beranggapan bahwa tidak ada tujuan hidup yang
lebih utama kecuali untuk mencari kebahagiaan dan untuk menghindari segala
bentuk kesengsaraan. Pertanyaan kaum hedonis ini sebenaranya didasarkan pada
teori hedonisme psikologis yang menerangkan tentang kodrat manusia hidup di Dunia
akan cenderung bahkan bisa dikatakan pasti hanya untuk mencari kebahagiaan dan
menghindari rasa sakit. Jadi menurut hedonisme psikologis ini manusia adalah
mahluk yang sangat egois karena segala sesuatu didedikasikan untuk kepentingan
yang menguntungkan dirinya sendiri.
Ternyata hedonisme juga menjadi salah satu teori etika yang
telah disepakati oleh para filsuf-etikawan. Kenapa demikian? Untuk mengetahui
alasanya kita perlu menilik sejarah salah seorang Hedonis yaitu Aristippos.
Sepanjang hidupnya, dia memiliki seorang wanita penghibur yang sangat cantik,
yaitu Lais. Dia mendapatkan kenikmatan yang tiada tara dari lais, sampai
teman-temanya mengkritik Aristippos. Namun sang hedonis tersebut menjawab “
Saya memiliki lais, namun sedikitpun lais tidak memiliki saya” dari jawaban
tersebut Aristippos ingin menegaskan bahwa manusia jangan sampai dikuasai oleh
hawa nafsunya sendiri yang menimbulkan hal-hal irasional. Manusia harus tetap
bisa mengendalikan hawa nafsu, ambisi, dan tetap bijaksana dalam usaha untuk
mendapatkan suatu kenikmatan.
Persepsi Aristippos diperluas oleh Epikuros (341-270 SM) yang
juga memandang tujuan utama manusia adalah mencari kenikmatan. Karena secara
fisik, tubuh menusia merupakan dasar dan akar dari segala kenikmatan manusiawi.
Namun Epikurospun tidak memungkiri akan adanya suatu kenikmatan rohani yang dapat mengatasi kenikmatan
badaniah. Menurut dia ada tiga keinginan manusia yang mendorong seseorang untuk
mendapatkan kenikamtan. (1) Keinginan alamiah yang mutlak harus dipenuhi
seperti makan dan minum. (2) Keinginan alamiah yang dapat ditinda, seperti
ingin makan enak dan hidup mewah. (3) Keinginan yang arealistis atau tidak
pasti dapat dicapai. Jadi menurut Epikuros hanya keinginan alamiah mutlak saja yang perlu dipenuhi. Pun
demikian, sekali lapgi dia tidak memungkiri akan adanya keinginan rohano atau ataraxia.
Dari pemikiran Epikuros tersebut ada hal istimewa yang perlu
dicatat secara khusus, yaitu tentang pemikirannya akan hidup sederhana dan visi
manusia terhadap hidup. Epikuros bermaksud menggaris bawahi tentang pola hidup
sederhana, terbukti dengan penegasannya bahwa dia menganjurkan manusia untuk
memenuhi satu keinginan saja yang dapat membawa kenikmatan maksimal, atau yang
ia sebut dengan keinginan alamiah mutlak. Inilah yang menjadi karakteristik
hedonis dengan kata kunci “sederhana”.
Atas dasar kesederhanaan itulah Epikuros memberi definisi
“Orang bijaksana” adalah orang yang mampu membebaskan diri dari segala
keinginan sehingga dapat mencapai ketenangan jiwa atau ataraxia. Betolak
dari persepsinya tentang keinginan rohani kemudian Epikuros menganjurkan
manusia untuk selalu memandang kehidupan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri
dari masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Inilah inti
dari gagasan henodisme hasil rintisan Aristippos dan Epikuros.
0 komentar:
Posting Komentar