Komunikasi adalah salah satu hal
terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan komunikasi manusia akan
saling memahami satu sama lain dan dapat menjalin hubungan dengan baik.
Komunikasi sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari
komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan) dengan tujuan
mengubah sikap, perilaku ataupun persepsi komunikan sesuai dengan yang
dikehendaki komunikator.
Untuk mempermudah mengubah perilaku
ataupun sikap komunikan, dibutuhkan Psikologi yaitu ilmu yang berusaha
menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol mental dan peristiwa yang berkaitan
dengan perangai (Miller, 1974:4). Sehingga dalam hal ini muncullah satu
disiplin ilmu baru yaitu Psikologi Komunikasi, menurut Jalalludin Rahmat adalah
ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental
dan behavioral dalam komunikasi.
Tujuan utama dari psikologi
komunikasi adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, sehingga antara
komunikator dan komunikan saling terjadi kesepahaman. Komunikasi yang efektif paling tidak akan menimbulkan lima hal,
yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik,
dan tindakan (Stewart L.Tubbs & Sylvia, 1974:9-13). Lebih lanjut akan saya
berikan contoh konkrit tentang Komunikasi yang tidak efektif.
Hari sabtu tanggal 15 September 2012
diadakan Loka Karya Nasional di Gedung Teatrikal Ushu ludin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mulai
pukul 08.00 sampai pukul 13.00 dengan tema “Revitalisasi dan Implementasi Nilai-nilai
Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”. Acara ini diprakarsai oleh
Sinergia Institut dan turut mengundang 4 orang pembicara bertitel tinggi.
Bahkan salah satu pembicaranya adalah seorang wakil menteri.
Ada beberapa hal yang saya garis
bawahi dalam acara tersebut yang berkaitan dengan psikologi komunikasi yang
bertujuan untuk menciptakan komunikasi efektif. Idealnya komunikasi yang
terjalin menjadi efektif tetapi karena beberapa hal menjadi tidak efektif.
Pertama, ketika pembicara pertama
menyampaikan materi, beliau memulai pembicaraan dengan perkenalan diri dan
menceritakan riwayat hidup. Ada satu kesalahan fatal yang menyebabkan
komunikasinya tidak efektif, ketika beliau bercerita semasa kuliah beliau suka
berdemonstrasi turun ke jalan (aktifis). Lebih spesifik beliau adalah salah
satu anggota PMII. Saat beraksi beliau mengajak rekan demonstrasinya untuk
sholat dzuhur, tetapi teman tersebut menolaknya, lebih parahnya malah menjawab
shalat dzuhur bisa ditunda atau dijamak dengan shalat ashar. Seharusnya
pembicara tidak menyebutkan salah satu organisasi tertentu jika akhirnya
menunjukkan sisi negatifnya, karena di forum loka karya ini diha diri ratusan
peserta mahasiswa dimana kita tidak tahu jika ada salah satu atau beberapa
peserta termasuk aktifis PMII. Maka otomatis hal ini akan menyinggungnya bahkan
bisa dianggap melecehkan organisasi PMII. Terbukti peserta loka karya yang
duduk disamping saya langsung bereaksi dan merasa tersinggung, karena dia juga
pernah bergabung menjadi anggota PMII.
Yang kedua saya menyoroti cara
pembicara dalam menyampaikan materi kurang menarik, terkesan kaku dan
bertele-tele. Dari ke empat pembicara, tidak ada selingan sedikitpun, candaan,
ilustrasi, bahkan slied dari materi yang disampaikan. Sehingga audience
menjadi bosan dan ngantuk, bahkan banyak peserta yang cuek dengan mengobrol
sendiri serta bermain gadjet. Akibatnya pesan yang disampaikan pembicara
tidak bisa ditangkap atau tidak dipahami oleh audience.
Yang ketiga berkaitan dengan
psikologi komunikan. Ketika pemateri yang notabene sebagai dosen Sosiologi UGM,
menggunakan bahasa yang tidak tepat. Saat itu beliau mengatakan “kalian
saharusnya bersyukur karena dilahirkan disebuah keluarga, kalian lahir punya
bapak ibu, kalian tidak lahir di panti asuhan kan?” Bahasa seperti ini
jelas-jelas tidak tepat untuk dilontarkan kepada audience yang jumlahnya
ratusan, mereka memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Kita tidak
bisa mengetahui apakah mereka semua memang lahir dalam keadaan memiliki ayah dan
ibu, ataupun tidak tinggal di panti asuhan. Sekalipun mereka tidak ada yang
seperti demikian, seharusnya pembicara bisa memilih bahasa dan kalimat lain
untuk menegaskan supaya audience bersyukur. Karena kalimat seperti itupun
didengar sudah tidak lazim, sama saja kita mindiskriminasikan saudara-saudara
kita yang tinggal di panti asuhan.
Ada tambahan satu hal lagi yang saya dapat dari hasil analisis ini, bahwa
komunikasi yang tidak efektif bukan hanya disebabkan oleh pandangan mata antara
komunikan dan komunikator, tetapi mood dari komunikan juga sangat berpengaruh
terhadap komunikasi efektif. Dalam loka karya ini, mood peserta menjadi
berkurang ketika acara diundur-undur tidak jelas. Peserta disuruh menunggu di
dalam ruangan yang panas serta runtutan acara yang monoton.
0 komentar:
Posting Komentar